Sabtu, 31 Januari 2009

DILEMA DEMOKRASI


Minggu,28 Januari 2008 jam 11.53 HP kesayanganku berbunyi. 1 pesan diterima!. Begini is pesannya :
Kata Komando Laskar Jihad Poso, Jafar Umar Tholib, Demokrasi itu najis!.Kata Ketua FPI, Habib Rizieq, dalam Islam tidak ada demokrasi. Menurut anda?
Pengirim pesan singkat itu mengatasnamakan FOSMEK 06.

Waktu itu, saya jawab sedikit, karna dengan SMS tidak mungkin di jelaskan. Akhirnya saya berjanji kepada si"FOSMEK 06 Mania" tersebut untuk menulis tentang demokrasi (tentunya menurut pandangan ane)di blog ini. Yup la, berikut ulasannya.

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos/kratein , yang berarti kekuasaan/berkuasa. Sedangkan menurut asal katanya Demokrasi berarti “rakyat berkuasa” atau government or rule by the people“. Jadi, maksud Demokrasi adalah Kekuasaan dan Kedaulatan di tangan rakyat. Jelas ini sangat bertentangan dengan Islam karena, di dalam Islam Kekuasaan dan Kedaulatan itu hanya milik Allah!.
Ibn Rusyd (Averroes) seorang filosof muslim Andalusia termasyur sekaligus pensyarah buku-buku Aristoletes menerjemahkan demokrasi dengan "politik kolektif"(as siyasah al jama'iyah). Sedang dalam ilmu sosiologi, demokrasi adalah sikap hidup yang berpijak pada sikap egaliter (mengakui persamaan derajat) dan kebebasan berpikir. Meski demokrasi merupakan kata kuno, namun demokrasi moderen merupakan istilah yang mengacu pada eksperimen orang-orang Barat dalam bernegara sebelum abad XX.
Dalam bukunya yang berjudul TAUHID, Ismail Raji’ Al-Faruqi menyatakan bahwa sistem yang bisa diterima sebagai sistem Islami adalah bukan teokrasi ataupun demokrasi, tetapi nomokrasi, dimana kekuasaan berada dalam aturan syari’at. Coba kita tengok sejarah lama kita sejak zaman Rasulullah hingga khulafaur rasyidin. apakah mereka menentukan kebijakan politik, terutama masalah kepemimpinan kepada rakyat? ataukah sebuah majelis syura yang menentukannya. Contohnya sebuah partai politik yang selama ini menyatakan diri sebagai partai dakwah yang secara praktis terlibat dalam demokrasi pada negara republik indonesia, namun untuk urusan kepemimpinan di partainya sendiri, tak ada demokrasi, yang ada hanyalah taqlid dan tsiqah terhadap keputusan elite harakahnya.
Bersambung..

Minggu, 18 Januari 2009

SELAMATDAN MUSTI SELAMAT


SELAMAT DAN MUSTI SELAMAT


Tahun bertambah
Umur bertambah
Jatah umur..?

Tahun berubah
Diri..?

Tahun telah bergnti
Intropeksi..!!!

Keluarga Besar FOrum Silaturahim Mahasisiwa Ekonomi 2006 (FOSMEK'06)
MENGUCAPKAN "SELAMAT TAHUN BARU 1430 H"
Terus berkarya..
Allahhuakbar..!!!

Rabu, 07 Januari 2009

Problematika Dakwah Kampus


Setiap dari kita, harus bisa memberikan kontribusi yang jelas terhadap dakwah kita!.
Maksudnya adalah, setiap masing – masing individu yang merasa sebagai kader dakwah harus mampu berkomunikasi dengan baik kepada mahasiswa – mahasiswa di kampus. Jadi agar kita tidak dibilang eksklusif oleh mereka kita harus berbaur dengan mereka dengan catatan, kita harus mewarnai bukan diwarnai !.
Terkadang saya heran, banyak di antara muharik – muharik dakwah yang terlalu menjaga jarak dan jarang berkumpul dengan mahasisiwa ammah, sehingga julukan Ekslusif pun di sematkan kepada mereka. Bagaimana tidak?, jika para Akhwat lebih sering berkumpul dengan sesama Akhwat dari pada mahasisiwi yang ammah dan para Ikhwan lebih sering berkumpul dengan sesama Ikhwan daripada dengan mahasisiwa ammah, wajar saja kalau julukan itu di anugrahkan kepada aktivis dakwah kampus. Tentu saja julukan itu malah membuat gerakan dakwah menjadi terhambat. Jika seperti ini, jangan merasa heran jika orang – orang yang bisa di ajak untuk mendekati jalan Allah pun sedikit.
Ketika saya mengatakan hal ini kepada teman saya, mereka berkata “ Akhi, kita sudah berusaha untuk mendekati mereka kok,”. Ketika saya katakan untuk berbaur dengan mahasisiwa yang ammah, merka menjawab, “ Untuk mendakwahi mereka, kita nggak perlu mengikuti gaya mereka,” .
Menurut saya, tidak semua ucapan itu benar. Bukankah bergaul dengan mereka merupakan bagian dari Muamalah?. Sedangkan yang namanya Muamalah, selagi tidak ada syari’at yang melarang boleh di lakukan. Berbeda dengan Ibadah, yang jika tidak ada tuntunan syari’at tidak boleh di lakukan. Nah, jadi intinya selagi gaya mereka tidak dilarang Syariat, maka boleh kita ikuti. Akan tetapi jika gaya itu jelas – jelas bertentangan dengan Syari’at, maka kita wajib untuk meninggalkannya !.
Selain itu, kita harus merubah prilaku kita. Saya lihat, kebiasaan kader – kader dakwah sekarang pagi kuliah, terus nongkorong di mushola, habis itu kuliah lagi dan habis Zuhur langsung menghilang dari kampus, entah itu berdakwah di luar atau langsung pulang ke rumah.. Saya tidak meyalahkan aktivis – aktivis dakwah kampus yang berdakwah diluar kampus karna dakwah memang tidak memilih - milih waktu, tempat maupun objek. Akan tetapi yang menjadi catatan penting adalah, sebagai aktivis dakwah kampus, maka objek dakwah yang vital bagi kita adalah para mahasiswa-mahasiswa di kampus yang belum tersentuh oleh dakwah!. Ini merupakan sebuah tantangan besar bagi kader dakwah kampus! Jadi kader dakwah kampus, tidak hanya berdakwah diluar saja. Seperti mengajar ngaji didesa-desa, bakti sosial, dll. Tidak hanya seperti itu. Ingat, jangan sampai karena sibuk mengurusi dakwah di luar dakwah di kampus menjadi terlalaikan. Seharusnya kita harus membenahi juga rumah kita sendiri, yaitu kampus kita.
Untuk itu, setiap kader seharusnya bisa bersosialisasi dengan masyarakat kampus. Setidaknya menjelaskan beberapa hukum – hukum Syari’at yang ringan. Dan, untuk selanjutnya kita bisa mengajak mereka dalam kelompok halaqoh yang kita samarkan namanya dengan kelompok diskusi.

Wallahu alam Bisshawab
Kunjungi : yosimitsu.blogspot.com